Annual Report

Friday 29 August 2014

Bekerja sama untuk menyelamatkan ibu dan bayi di Sulawesi

Ratna dan anaknya, Ralvin, di Puskesmas Galesong
©UNICEF Indonesia/2014/Ramadana

GALESONG, Sulawesi Selatan, Agustus 2014 - Ratna Adam mulai merasakan nyeri persalinan sekitar pukul sepuluh malam. Dia sedang berada di rumahnya di desa Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Suaminya yang seorang nelayan sedang bekerja di Kalimantan, sehingga orang pertama yang dipanggilnya adalah seorang dukun bersalin bernama Basse Cama.

Ibu Basse telah membantu para ibu di Galesong melahirkan selama 33 tahun dan sangat dihormati masyarakat. Dia tinggal sekitar lima menit jalan kaki dari rumah Ratna. Ia pun bergegas untuk membantunya.

Merasa lebih tenang berkat kehadirannya, Ratna setuju untuk mencari bantuan di pusat kesehatan setempat. Ratna memiliki seorang putri berusia tujuh tahun, namun kehamilan keduanya berakhir dengan keguguran, jadi ia ingin memastikan bahwa semuanya berjalan lancar kali ini. Ibu Basse segera memanggil becak motor untuk mengantar mereka ke Puskesmas.

Setibanya di sana, mereka disambut oleh Syarhruni, seorang bidan muda yang sedang bertugas malam itu. Bayi Ratna berada dalam posisi sungsang, di mana posisi kepala dan kaki terbalik. Setelah mengalami kontraksi selama dua jam, salah satu kaki si bayi akhirnya muncul. Namun karena proses persalinan Ratna tidak berjalan selancar yang semestinya, Syarhruni memutuskan bahwa ia harus dibawa ke rumah sakit.

Ratna segera dilarikan dengan ambulans ke rumah sakit Takalar, sekitar setengah jam dari situ. Ibu Basse turut mendampinginya, memijat perutnya dan meyakinkannya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Menurut saya kehadirannya membawa berkah, dan dia juga membantu kurangi rasa sakit saya," kata Ratna tentang Ibu Basse.

Kehadiran terpercaya

Beberapa tahun yang lalu, para perempuan di Galesong bergantung sepenuhnya pada dukun untuk membantu mereka melalui persalinan. Para dukun bersalin menyediakan dukungan moral, dan ritual kelahiran mereka, seperti memijat perut ibu, dianggap bisa membantu kelancaran persalinan.

Para ibu lebih percaya pada dukun dibandingkan bidan-bidan muda yang baru, karena mereka lebih tua dan dikenal. Namun mereka tidak tahu bagaimana menemukan tanda-tanda komplikasi dalam persalinan, seperti eklampsia atau kelahiran sungsang. Mereka juga jarang mencari bantuan dari orang lain, terutama penyedia layanan kesehatan.

Departemen Kesehatan, dengan dukungan oleh mitra pembangunan seperti UNICEF, telah berupaya untuk mengubah hal ini. Pada tahun 2007, mereka memulai sebuah program pelatihan bersama untuk para bidan dan dukun dari lima puskesmas di dua kecamatan di Takalar, agar mereka bisa bekerja sama dalam meningkatkan standar kesehatan perempuan. Dukun bersalin ditunjukkan bagaimana mengenali tanda-tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan, serta dilatih tentang pentingnya membujuk ibu hamil untuk menemui bidan.

Para bidan diajarkan bahwa dukun persalinan dapat membantu mereka untuk menjangkau lebih banyak perempuan dan memastikan mereka hadir dalam proses persalinan.

Para dukun dan bidan di Galesong kini bekerja sama dan melengkapi keterampilan masing-masing untuk membantu ibu hamil. Para bidan membawa keahlian teknis yang terbaru, sedangkan para dukun membawa hubungan dan kredibilitas yang sudah lama terbentuk di masyarakat.

Dulu, sekitar 12 perempuan meninggal di Kabupaten Takalar setiap tahun akibat komplikasi dalam kehamilan dan persalinan. Sejak program ini dimulai pada tahun 2007, angka tersebut telah menjadi nol.

Program ini juga telah diperluas pada tingkat nasional, karena merupakan langkah pertama untuk meningkatkan penggunaan layanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir di puskesmas. Kini program tersebut telah dijadikan standar pelayanan minimal di puskesmas untuk program kesehatan ibu.

Keadaan darurat

Sistem perujukan di Takalar ini masih belum sempurna. Setelah setengah jam di dalam ambulans, Ratna dan Ibu Basse tiba di rumah sakit Takalar, namun mereka disambut oleh berita buruk. Dokter spesialis obstetrik sedang tidak di tempat, dan tidak ada seorang pun di sana dengan keahlian yang cukup untuk membantu.

Pada saat ini, kedua kaki si bayi sudah terlihat tetapi badannya seakan tersangkut. Mereka kembali ke ambulans dan kembali melewati Galesong menuju kota Makassar.

Mereka sampai di rumah sakit sejam kemudian, dan dengan bantuan tenaga ahli dan oksigen, Ratna berhasil melahirkan anaknya secara alami. Ralvin lahir pada pukul 02:30 pagi.

Ralvin bersama (kiri - kanan) ayahnya, ibunya, dan Ibu Basse
©UNICEF Indonesia/2014/Ramadana

Meski sistem rujukan ini masih memiliki kekurangan, Ratna berhasil menerima perawatan medis tepat waktu berkat upaya bersama Ibu Basse dan Syarhruni.


Dua bulan kemudian, Ratna dan Ralvin berada dalam kondisi yang baik. "Menurut saya Ibu Basse membawa berkah dalam persalinan saya," ucap Ratna. "Saya tidak mungkin bisa melakukannya tanpa dia."