Annual Report

Monday 11 January 2016

Kotbah Tentang Buang Air Besar Sembarangan di Sumba

Oleh Nick Baker, Communication and Knowledge Management Officer

Pendeta Charles Detha mendidik penduduk desa tentang topik yang tidak nyaman untuk dibicarakan. ©UNICEF Indonesia/2015/Nick Baker

Seorang pendeta setempat di desa Kadahang, Sumba (NTT) akan menyampaikan khotbah yang paling sulit, yaitu tentang buang air besar. Hari ini, Pendeta Charles Detha tidak akan berbicara kepada jemaatnya tentang kesucian atau amal. Tetapi, ia akan berbicara tentang buang air besar.

Indonesia berada dalam cengkeraman krisis buang air besar sembarangan. Lebih dari 51 juta orang tidak menggunakan toilet. Angka ini merupakan angka tertinggi kedua di dunia setelah India. Pengaruhnya terhadap masyarakat dan terutama terhadap anak-anak sangat luar biasa. Praktek tersebut menimbulkan berbagai gangguan kesehatan.

Pulau Sumba sangat dipengaruhi oleh krisis ini. Dan isu dalam skala tersebut memerlukan solusi inovatif. Oleh karena itu, UNICEF bekerja secara langsung dengan para tokoh agama di daerah yang sangat taat ini untuk membantu menyampaikan pesan.

"Sekarang kami tahu bahwa buang air besar sembarangan berbahaya bagi kesehatan anak-anak," kata Pendeta Charles, yang telah mengikuti program-program yang difasilitasi oleh UNICEF dengan tujuan untuk mengakhiri buang air besar sembarangan. "Buang air besar sembarangan dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. Oleh karena itu, kami harus terlibat, kami harus bicara."


Pendeta Charles mengatakan bahwa topik tersebut tabu di banyak desa. Pada awalnya, sulit untuk berkhotbah tentang buang air besar sembarangan. Akan tetapi, karena buang air besar sembarang dianggap sebagai masalah kesehatan yang mendesak, maka semuanya menjadi berbeda. "Saya menggunakan tema tanggung jawab masyarakat untuk membicarakan tentang hal tersebut," katanya.

Dalam khotbahnya, Pendeta Charles berbicara dengan penuh semangat tentang kesehatan setiap orang di desa. Jemaat sepertinya tidak hanya menerima, tetapi juga merasa nyaman berbicara tentang buang air besar sembarangan. Ketika Pendeta tersebut bertanya berapa banyak orang yang telah membangun toilet sejak ia mulai membahas tentang topik ini, sejumlah orang mengangkat tangan mereka.

Mbai Ranja Andung dan keluarganya merasa lebih aman dengan toilet baru mereka. ©UNICEF Indonesia/2015/Nick Baker 

Salah satu penduduk desa yang mengangkat tangan mereka adalah Mbai Ranja Andung. Setelah kebaktian di gereja, ia sangat bersemangat untuk menujukkan toilet barunya.

"Sebelumnya, kami menggunakan ini," kata Mbai Ranja, sambil menunjuk sepetak tanah di belakang rumahnya. Praktik ini akan meningkatkan kemungkinan penyakit seperti pneumonia dan diare - terutama bagi ketiga anaknya yang masih kecil.

"Ini dia (toiletnya)," kata Mbai Ranja. Toilet besar di luar rumah tersebut sangat kuat. Toilet ini dibangun dengan dasar beton yang cukup luas dan dinding dari daun kelapa yang terjalin rapi. Ia sangat bangga dengan hasil karyanya.

Mbai Ranja mengatakan bahwa ia baru tahu tentang risiko kesehatan buang air besar sembarangan melalui khotbah-khotbah para tokoh agama. Kini ia berharap semua penduduk desa akan mengikuti teladannya.


Mathinus Ndapanandjar memimpin gerakan untuk melawan buang air besar sembarang. ©UNICEF Indonesia/2015/Nick Baker  

Mathinus Ndapanandjar adalah kepala desa setempat di sini. Baginya, mengakhiri buang air besar sembarang merupakan masalah yang sangat pribadi.

"Setiap tahun, banyak anak meninggal karena diare," katanya. Hal ini biasa terjadi di Sumba. Diare merupakan salah satu penyebab utama kematian balita di seluruh Indonesia. Praktek sanitasi yang baik sangat penting untuk menanggulangi diare.

"Keterlibatan Pendeta merupakan hal yang sangat penting," kata Mathinus. Ia mengatakan bahwa para tokoh agama sangat dihormati di sini. Masyarakat sangat menghargai ucapan mereka daripada nasihat orang lain. Dalam rentang waktu yang cukup singkat sejak Pendeta Charles dan lain-lainnya telah memfokuskan pada buang air besar sembarangan, maka telah terjadi "perubahan nyata".

Kini Mathinus memiliki tujuan ambisius bagi masyarakatnya. "Saya ingin agar masyarakat kami 100 persen bebas dari buang air besar sembarang," katanya.

Ini merupakan tujuan yang akan menyelamatkan kehidupan banyak anak  saat ini dan juga pada tahun-tahun yang akan datang.