Annual Report

Sunday 14 October 2018

Menggenggam erat Yuda dan Ence pasca bencana di Sulawesi

Oleh: Dinda Veska – Donor Content Creator UNICEF Indonesia
Yuda dan Ence bermain bersama di samping tenda pengungsian. ©Dinda Veska/UNICEF Indonesia/2018

Jemari Yuda(11) menggenggam erat lengan Ence(6) adik kecilnya yang baru saja bersama-sama mengikuti kegiatan dukungan psikososial. Mereka berjalan pulang berdua, bukan ke rumah tetapi menuju tenda pengungsian, tempat di mana semua anggota keluarganya saat ini tinggal.

“Rumah kami sudah rata dengan tanah kak, sekolah juga. Kami tinggal di sini sekarang.”Ucap Yuda saat sampai di sebuah tenda terpal berwarna biru dengan ukuran lima kali tiga meter. Sore hari itu suhu udara mencapai 31 derajat celcius, sejak lumpur basah menelan rumah mereka dan seluruh Area Petobo, Yuda dan Ence tidak lagi mendapat kenyamanan untuk beristirahat apalagi bermain.

Rumah Ence dan Yuda habis ditelan lumpur di Area Petobo. ©Dinda Veska/UNICEF Indonesia/2018

Menurut Ibu mereka, Ence masih sering menangis di malam hari ketika menjelang tidur. “Mungkin masih takut, tapi sudah dua hari ini bermain di tenda sana, dia jadi lebih banyak senyum.”Ibu Heriyanti bercerita sambil menidurkan adik Yuda yang masih bayi.

Monday 1 October 2018

Kasih Ibu Teresia untuk Alinea sepanjang masa

Oleh: Dinda Veska – Donor Content Creator UNICEF Indonesia
Seorang anak di Kupang dengan HIV positif tertidur dibalik kelambu, ia terinfeksi sejak hari pertama lahir ke dunia.©Shehzad Noorani/UNICEF/2018.

Dari seberang jalan seorang ibu berperawakan besar dengan rambutnya terikat rapih ke belakang, melambaikan tangannya pada saya yang sedikit bingung menerka-nerka sosok Ibu Teresia. 

Tidak sampai 5 menit dari persimpangan Jalan Alak – Kabupaten Kupang, kami tiba di kediaman Ibu Teresia. Beliau mempersilahkan saya tetap memakai sepatu karena khawatir kaus kaki saya akan kotor oleh lantai rumahnya yang erlantaikan semen.

Tidak lama setelah masuk ke ruangan kedua setelah ruang tamu, beliau kembali keluar mengenakan kemeja berwarna kuning bertuliskan Warga Peduli AIDS di bahu sebelah kiri, senyumnya semakin manis dengan gincu merah.

Iya duduk sambil memangku Alinea (2) – anak dengan HIV positif yang belum genap satu tahun diadopsi. “Ibunya meninggal waktu saya sedang mendampingi pasien di rumah sakit.” Jelasnya, seolah paham dengan apa yang ingin segera saya tanyakan.

Ia mengaku jatuh cinta pada Alinea sejak pertama kali melihat Alinea di samping ranjang seorang perempuan dengan HIV positif yang tengah meregang nyawa. Setelah digantikan popok oleh Ibu Teresia, perempuan itu menitipkan Alinea untuk dirawat dan dibesarkan. Sesaat setelah Alinea kehilangan ibunya, Ibu Teresia mendapat persetujuan dari anak dan suami untuk mengadopsi Alinea.

Monday 24 September 2018

Di 'Pulau Rempah' Ambon Tak Satu Anakpun Boleh Luput Dari Program Vaksin MR


Oleh: Tomi Soetjipto

Satu hari di bulan September adalah hari yang memiliki arti tersendiri bagi anak-anak di Waimahu Passo di kota Ambon, ibukota provinsi Maluku. Ada sekitar 23 anak yang terdaftar untuk menerima vaksin MR, sebagai bagian dari kampanye nasional imunisasi untuk 31,9 juta anak. Terletak di Indonesia bagian timur ini, Ambon adalah bagian dari kepulauan Maluku yang terkenal dan pernah menjadi tujuan utama negara-negara penjajah untuk mencari rempah-rempah. 

Dengan penuh keyakinan bak seorang tentara, Jupe Rusmani, empat tahun, masuk ke ruangan kecil yang dipenuhi oleh para pekerja kesehatan yang memegang jarum suntik.  Ketenangannya mengejutkan semua orang, termasuk Ibu Jupe, Nor Rusmani yang menunggu di luar sambil tersenyum lega. 
Armendo Fransesco menerima vaksin Campak & Rubella (MR)
©Fauzan Yo/UNICEF Indonesia/2018

"Berani sekali kamu nak," ujar salah seorang perawat sebelum ia menyuntikkan vaksin penyelamatan dan Campak dan Rubella (MR) pada lengan kiri atas Jupe. Ketika ditanya oleh bibinya apakah ia merasakan sakit, Jupe menggeleng dengan tegas. 

Thursday 16 August 2018

Laporan Tahunan UNICEF Indonesia 2017

Selamat Datang di Laporan Tahunan UNICEF Indonesia 2017

Silakan undah laporannya disini: Bahasa Indonesia English
TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (SDGs) DIMULAI DARI ANAK
Dalam kata pengantarnya, Kepala Perwakilan UNICEF di Indonesia, Gunilla Olsson menyebutkan beberapa program yang dapat dibaca atau ditonton dibawah ini.
  
 





Di UNICEF, kami percaya bahwa pembangunan berkelanjutan berawal dari anak dan tahun ini kami selangkah lebih dekat untuk menjadikan kepentingan anak lebih terlihat dalam SDGs. Bersama dengan pemerintah, kami telah menerbitkan Laporan Baseline SDG tentang Anak-Anak di Indonesia, sebagai bukti yang dapat digunakan untuk mendukung pengambilan kebijakan. Silakan unduh laporannya disini
Bahasa Indonesia
English
SDG Online Dashboard

Wednesday 1 August 2018

Susah Air


Oleh: Firza Daud, Fundraiser Coordinator UNICEF Indonesia

Sumba adalah salah satu pulau yang kini menjadi destinasi wajib untuk dikunjungi oleh para petualang di Indonesia.

Ironisnya di balik semua lanskap keindahan yang tersaji di pulau Sumba, masih juga ditemukan beberapa kesulitan terutama yang berhubungan dengan kebutuhan pokok hidup, yang ada di pulau yang secara administratif menjadi bagian dari wilayah propinsi Nusa Tenggara Timur.

Salah 1 kesulitan yang hingga saat ini masih menjadi masalah utama di pulau Sumba adalah tentang pasokan air bersih dan sanitasi. Kedua hal ini akan sangat erat berkaitan terutama dalam kehidupan sehari-hari, karena apabila kebutuhan air bersih untuk sebuah komunitas masyarakat di suatu daerah tidak dapat tercukupi dengan baik maka bisa dipastikan sanitasi yang ada di wilayah itu secara otomatis akan ikut terkena dampaknya. Dan dampaknya  tidak bisa dipungkiri, anak-anak akan menjadi salah 1 korban yang paling dirugikan sebagai bagian dari komunitas masyarakat yang ada di wilayah tersebut.

Friday 27 July 2018

Air dan Sanitasi untuk Kehidupan yang Lebih Baik



Oleh: Wikan Pribadi, Digital Fundraising Officer

Dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan Air dalam siklus kehidupannya, oleh karena itu pasokan ketersedian air sangatlah penting. Di suatu lokasi tertentu mungkin untuk mendapatkan sumber air yang bersih cukuplah mudah, namun di banyak lokasi lainnya bukan merupakan hal yang mudah untuk mendapatkan air, apalagi air yang bersih. Untuk dapat menjaga sumber dan pasokan air yang bersih dan sehat, perlu pula diperhatikan bagaimana Sanitasi Lingkungan di sekitarnya. Sanitasi merupakan satu hal penting yang diperlukan untuk masyarakat dalam suatu lingkungan, untuk menuju kehidupan yang lebih baik, yang lebih layak dan yang lebih sehat. Bagaimana menyediakan air bersih dan sanitasi yang baik untuk linkungan dan masyarakat, terutamanya untuk anak-anak, adalah kebutuhan dasar yang perlu diperhatikan dan merupakan tanggung jawab bersama semua pihak, agar dapat terwujud dan terlaksana.


Permasalahan yang terlihat sederhana namun memiliki dampak yang cukup besar dan luas, yaitu BABS (Buang Air Besar Sembarangan), masih banyak terjadi di beberapa daerah di Indonesia, sebut saja misalnya di daerah kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. Bagaimana Pemerintah Daerah dan Perangkat Desa di daerah tersebut, melakukan Deklarasi Komitmen Bersama Persepatan Desa ODF (Open Defecation Free atau Stop Buang Air Besar Sembarangan) Kabupaten Sumba Barat Daya, yang ditanda tangani di Tambolaka pada 26 Januari 2017 tahun lalu.

Thursday 17 May 2018

Tablet Tambah Darah untuk Generasi Cemerlang

Oleh: Anta Maulana S, Fundraiser UNICEF Indonesia

3 Remaja putri yang mendapatkan program kesehatan remaja serta Tablet Tambah Darah. ©Dinda Veska/UNICEF Indonesia/2018

Kata orang, masa remaja adalah masa yang paling indah. Mungkin benar adanya, karena pada masa ini kita berkesempatan untuk melakukan apapun yang kita inginkan apapun yang kita cita-citakan sewaktu kecil. Tentunya dalam masa ini pula kita akan tumbuh dan berkembang dan akan bertemu dengan hal-hal yang menyenangkan maupun tantangan lainnya.

Siapkah kita?
Berdasarkan hasil survey Riskesdas tahun 2007, 37% remaja putri kita menderita anemia. Anemia adalah keadaan dimana seseorang memiliki kadar sel darah merah / haemoglobin nya berada di bawah batas normal atau biasa kita sebut dengan “kurang darah”. Apabila seseorang menderita anemia maka ia akan mudah sakit/daya tahan tubuh menurun, menurunya aktifitas/lemas/lesu kurang konsentrasi pada saat belajar, terhambatnya pertumbuhan, bahkan bagi para remaja putri ini akan dapat menyebabkan kematian akibat pendarahan pasca melahirkan.

Wednesday 16 May 2018

STOP Mengorbankan Anak-anak!


Oleh: Dinda Veska, PSFR Communication Officer

“Aku menangis, tapi hanya sedikit.” Ucap Mohammad (4) beberapa saat sebelum menerima imunisasi di camp Pengungsi Rohingya – Bangladesh. @Thomas Nybo/Bangladesh/2018

Sejatinya seorang anak dilahirkan ke dunia untuk mendapat hidup yang layak, dipersiapkan masa depannya, serta dilindungi oleh setiap ayah dan ibunya. Tapi tidak bagi mereka yang setiap hari dihadapkan pada senapan dan senjata rudal, tempat berbaring yang nyaman tidak didapatkan oleh anak-anak yang lahir di negara konflik. Hak mereka atas gizi dan kesehatan tidak terpenuhi dengan perang dan kekerasan.

Anak-anak selalu menjadi korban yang paling menderita di tengah situasi darurat. Baru-baru ini di Indonesia anak-anak dikorbankan untuk sebuah tindak kekerasan, bulan maret lalu kita juga melihat anak-anak terbunuh dan teluka di Gaza. Awal tahun 2018 anak-anak di Yaman menjadi korban konflik, sehingga 4 Juta anak mengalami kelaparan. Akhir tahun 2017 anak-anak Rohingya harus mengungsi untuk menghindari kekerasan. Di seluruh dunia anak-anak terus dikorbankan, diserang, dan merasakan penderitaan berkepanjangan.

Salah satu dari anak-anak tersebut adalah Mohammad, seorang anak pengungsi Rohingya yang harus siap menjalani ibadah puasa pertamanya jauh dari kampung halaman. Mohammad yang masih berusia lima tahun memasuki camp pengungsi Rohingya sejak akhir tahun 2017 kemarin. Berkilo-kilo meter ia jalan menjauhi kampung halaman, berharap menemukan tempat tinggal baru yang jauh dari ancaman kematian.

Tuesday 24 April 2018

Cerita dari Bone

Oleh: Vyona, Fundrasider UNICEF Indonesia

Program Kembali ke Sekolah merupakan salah satu program UNICEF, yang berupaya mengembalikan kembali hak anak-anak yang putus sekolah di pedalaman. Mulai dari faktor ekonomi, maupun dari faktor pernikahan dini dan lain sebagainya.

Pada kesempatan ini, saya Vyona, salah satu Fundraiser UNICEF akan berbagi cerita tentang kunjungan lapangan bersama rekan-rekan kerja saya.

Kunjungan lapangan yang saya jalankan ke Bone, Sulawesi Selatan bersama 3 rekan fundraiser Saya (Intan Kamalia, Geraldy Candrawan, Niken Tamsil) terlaksana mulai tanggal 18 April 2018 sampai dengan 20 April 2018.

Hari Pertama
Terhitung mulai pukul 04:00 WIB, Saya bersama rekan memulai perjalanan kami dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta ke Bandara Sultan Hassanudin, Makassar. Sekitar kurang lebih 2 jam, Saya bersama tim pun sampai di Makassar dengan selamat. Namun, perjalanan yang harus kami tempuh ternyata masih cukup panjang, sesampainya di Makassar, kami harus menempuh 6 jam perjalanan dengan mobil dan melalui jalan yang penuh liku, gunung-gunung, jalan yang cukup sempit yang bahkan masih diapit oleh hutan alami dengan habitat alaminya. 

Tuesday 17 April 2018

"Saya ingin jadi polisi!" dibalik keberhasilan Gerakan Kembali Bersekolah

Oleh: Dinda Veska, PSFR Communication Officer

Gunawan (9) terinspirasi ingin menjadi poiisi berkat Gerakan Kembali ke Sekolah. Mamuju @Dinda Veska/UNICEF Indonesia/2018

Gunawan menangis ketika saya tanyakan ingin jadi apa kelak di masa depan, air matanya tumpah sambil kemudian menjawab "Ingin jadi polisi." Tangisannya bukan karena rasa takut seorang anak yang bertemu dengan orang baru, tapi ada cerita yang ia lanjutkan sambil mengharu biru. "Saya ingin menjadi seperti bapak polisi yang membantu saya kembali ke sekolah."

Dua tahun lalu neneknya meninggal dunia, satu-satunya orang yang mendukung dan mengusahakan agar Gunawan dapat tetap bersekolah. "Nenek sudah tidak ada, jadi saya tidak bisa terus belajar lagi di sekolah, rumah saya juga jauh." Cerita Gunawan yang setiap hari harus berjalan kaki dari rumah hampir 4 kilometer untuk sampai ke sekolah. Jika pendidikan adalah eskalator untuk seorang anak memperbaiki nasibnya, maka pupuslah harapan Gunawan di hari ia putus sekolah. Keinginannya untuk membuat bangga sang nenek pun menjadi mustahil, karena satu-satunya pilihan di depan mata saat itu adalah menganggur.

November 2017, Gerakan Kembali Bersekolah yang merupakan tindak lanjut dari program SIPBM (Sistem Informasi Pembangunan Berbasis Masyarakat) kembali dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Mamuju. Lebih dari 3200 anak telah dijangkau dan dikembalikan ke sekolah. Gunawan dan beberapa anak lainnya dijangkau oleh pihak kepolisian setempat - yang telah mendapat pelatihan dari UNICEF Indonesia untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan membantu setiap anak agar kembali mendapatkan haknya atas pendidikan.

Thursday 25 January 2018

Mengubah Hidup Melalui Toleransi

Oleh: Kate Watson

“Moshi moshi, Ola ola, hello, apa kabar?” Ruang kelas itu ramai dengan murid lelaki dan perempuan yang sedang berdiri, tertawa, dan berbincang meriah. Mereka baru saja mempelajari lagu dan gerakan (“Halo, apa kabar?” dalam berbagai bahasa) yang digunakan sebagai pengantar untuk berkenalan dan mengobrol dengan teman baru.

Meski baru berjalan tiga bulan di SMA Negeri 2 Kabupaten Sorong, namun program Pendidikan Kecakapan Hidup Sehat (PKHS) sudah menunjukkan hasil positif sebagaimana tampak dari kepercayaan diri para murid.

“Semuanya menarik dan permainannya seru!” kata Dwirizki Sandola, 17 tahun. “Kami dibantu mengekspresikan diri – kami bisa mengutarakan keinginan dan meminta sesuatu hal!” tambahnya. Tidak banyak kesempatan yang diberikan pada murid-murid Indonesia untuk berpendapat di ruang kelas. Partisipasi dalam kegiatan seperti PKHS membantu mereka menemukan ‘suara’ dan merasa berdaya.

Menghadirkan serangkaian topik mengenai kecakapan hidup, PKHS mendorong anak-anak muda berdiskusi dan belajar melalui permainan, kuis, contoh kasus, dan debat. Setiap sesi mengangkat satu topik, seperti menghadapi konflik dan memahami emosi, serta topik seperti perundungan dan gender. Ada pula topik tentang risiko tertentu seperti narkoba, kehamilan yang tidak diinginkan, dan HIV.


“Sebelum ada PKHS, banyak dari kami yang bergaul dengan kelompok yang tidak baik atau berada dalam situasi negatif,” terang Dwirizki. “Tapi, PKHS menunjukkan risiko yang kami hadapi kelak.”